PENDAHULUAN
Kaligrafi Islam, yang dalam
juga sering disebut sebagai kaligrafi Arab, merupakan suatu seni
artistik tulisan tangan, atau kaligrafi, serta meliputi hal penjilidan, yang
berkembang di negera-negera yang umumnya memiliki warisan budaya Islam. Bentuk
seni ini berdasarkan pada tulisan Arab, yang dalam waktu lama pernah digunakan
oleh banyak umat Islam untuk menulis dalam bahasa masing-masing. Kaligrafi
adalah seni yang dihormati di antara berbagai seni rupa islam, karena merupakan
alat utama untuk melestarikan Al-Qur’an. Penolakan penggambaran figuratif
karena dapat mengarah pada penyembahan berhala, menyebabkan kaligrafi dan
penggambaran abstrak menjadi bentuk utama ekspresi seni dalam berbagai budaya
Islam, khususnya dalam konteks keagamaan. Sebagai contoh, kaligrafi nama Tuhan
diperkenankan sementara penggambaran figuratif Tuhan tidak diizinkan. Karya
kaligrafi banyak dijadikan koleksi dan adalah hasil seni yang dihargai.
A.
Apa yang dimaksud dengan
kaligrafi/khat?
B.
Apa fungsi dari
kaligrafi/khat?
C.
Jenis khat apa saja yang
masih terkenal hingga saat ini?
A. Menjelaskan tentang pengertian
kaligrafi/khat.
B. Menjelaskan fungsi kaligrafi/khat.
C. Membahas jenis khat yang masih teerkenal
hingga saat ini.
TINJAUAN
PUSTAKA
Kaligrafi secara
etimologi berasal dari bahasa Inggris, Calligraphy yang berasal dari dua suku
kata bahasa Yunani, yaitu Kallos:Beauty (indah) dan graphein: to write
(menulis) [1] yang berarti:
tulisan yang indah. Dalam bahasa Arab biasa di sebut khat yang berarti garis
atau coretan pena yang membentuk tulisan tangan[2] dan disebut
Fann Al-Khath dalam arti seni memperhalus tulisan atau memperbaiki coretan[3].
Secara ampaktgy, Syaikh Syam al-Din al- Afkani mengatakan:
kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal,
letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun.
Atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan
menentukan mana yang tidak perlu ditulis; mengubah ejaan yang perlu digubah dan
menentukan cara bagaimana untuk mengubahnya[4]
Muhammad
Thahir ibn Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khath al-Arabi wa Adabihi pernah mengumpulkan sekitar
tujuh macam pengertian kaligrafi atau khat dan kemudian menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu kepandaian untuk mengatur gerakan
ujung-ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata cara tertentu. Yang
dimaksud dengan “pena” di sini adalah pusat gerakan ujung-ujung jari; sementara
“tata cara tertentu” merujuk pada semua jenis kaidah-kaidah penulisan[5]
Fungsi Kaligrafi Islam pada prinsipnya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu sebagai media komuniksi dan media ekspresi.
1.
Media Komunikasi
Sebagai media
komunikasi, tulisan dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan pesan, dari
seseorang ke orang lain dari komunikan ke receiver (penerima). Melalui
tulisan, orang bisa menuangkan ide-ide dan buah pikirannya. Dengan
tulisan, kita dapat mengetahui karakter seseorang, misalnya: pemarah, penyabar,
ulet, atau orang yang tekun.
Tulisan yang
kecil-kecil, teratur dan halus mengidentifikasikan keuletan dan ketelitian
penulisnya. Tulisan yang besar-besar dan tidak teratur bisa diartikan sebagai
suatu ketergesa-gesaan. Sehubungan dengan itu Muhammad Thahir Ibnu
Abdal Kadir al Kurdi menyatakan bahwa, tulisan dapat menggambarkan postur
tubuh seseorang, misalnya tulisan dengan susunan pendek dan rapat cenderung
ditulis oleh orang berpostur tubuh pendek. Demikian pula orang yang tinggi
cenderung menulis secara jarang dan tinggi pula. Bahkan seseorang yang peka
melihat sebuah tulisan dapat membedakan antara tulisan pria dan wanita,
tulisan wanita lelih molek dari tulisan pria yang setara. Namun pada kenyataannya
tidak banyak wanita yang ahli kaligrafi, wanita biasanya tidak tahan menghadapi
kesulitan, berbeda dengan pria yang biasanya lebih tabah, tekun, dan sabar.
Tulisan dapat
pula dijadikan sebagai data pelacakan sebagaimana halnya tangan tangan, yang
dapat menginformasikan siapa gerangan penulisnya. Seperti juga dengan sidik
jari, tiada dua orang yang memiliki tulisan yang sama persis, sekalipun mereka
itu saudara kembar.
Sebagai media
komunikasi, aksara indah Islam dituntut kejelasan tulisan, huruf demi huruf,
agar dapat dibaca dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan oleh penulisnya.
2.
Media Ekspresi
Aksara indah
Islam dapat pula dijadikan sebagai media ekspresi. Hal itu dibuktikan oleh
beberapa pelukis papan atas Indonesia seperti: Ahmad Sadali, A. D. Pirous, Amri
Yahya, Amang Rahman, HD. Sirojuddin AR, Abay D. Sabarna, Saiful Adnan, Abas
Alibasyah, Fadjar Sidik, dan yang lainnya, termasuk maestro seni lukis
Indonesia Affandi pernah juga membuat kaligrafi Islam. Walau itu adalah lafadz
“Allah” yang ditempatkan di sisi atas bidang kanvasnya digabungkan dengan
lukisan potret diri Affandi yang khas.
Sebagaimana
media ekspresi lainnya, aksarindah yang ditorehkan di atas bidang kanvas tidak
berhenti pada tulisan saja. Lebih dari itu mendapatkan tambahan elemen-elemen
seni rupa pada umumnya, seperti elemen warna, tektur dan garis.
Pengaturan komposisi, irama, dan gelap terang. Unity atau kesatuan
baik antara kesatuan elemen seni rupa, maupun kesatuan tema, juga
mendapat perhatian dalam karya seni aksarindah Islam.
Sehubungan
dengan itu, menurut A.D Pirous dalam buku karangan Ilham Khoiri R., “Al-quran
dan Kaligrafi Arab”, menyatakan bahwa ketika kaligrafi itu dituliskan dengan
tambahan emosi yang melebihi proporsinya sebagai alat komunikasi, maka ia akan
memiliki proses tambah. Kaligrafi bisa menjadi karya yang memendam estetika
yang mendalam.
C.
Jenis-jenis Khat
Dalam perkembangannya muncul ratusan jenis khat kaligrafi,
tidak semua khat tersebut bertahan hingga saat ini. Terdapat delapan
jenis khat kaligrafi yang nampak yang dikenal oleh para pecinta seni
kaligrafi di Indonesia, yaitu;
1.Naskhi
( Gbr. Gaya Naskhi)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Naskhi
paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan
maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan
kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh
Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat ampak digunakan untuk
menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris
tanpa hiasan tambahan sehingga mudah
ditulis dan dibaca.
2.Tsuluts
( Gbr. Gaya Tsuluts)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti halnya gaya Kufi,
kaligrafi gaya Tsuluts diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan
seorang menteri (wazir) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan
kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan
dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang
tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis
dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya
sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts
banyak digunakan sebagai ampakt arsitektur masjid, sampul buku, dan
dekorasi interior.
3.Farisi
( Gbr.II.3. Gaya Farisi)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin Sirojuddin (2006), Seperti tampak dari namanya,
kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf
resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi
sangat mengutamakan ampak garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian
penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam ‘takaran’
yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di
Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni Arabes
4.Riq’ah
( Gbr. Gaya Riq’ah)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Riq’ah merupakan
hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana
halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan
sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Utsmaniyah,
lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis
lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga
memungkinkan untuk ditulis cepat.
5.Ijazah (Raihani)
( Gbr. Gaya Ijazah)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin Sirojuddin (2006), Tulisan kaligrafi gaya Ijazah
(Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi,
yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan
untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya.
Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit
hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).
6.Diwani
( Gbr.II.6. Gaya Diwani)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin
Sirojuddin (2006), Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer
Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer
Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16.
Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan.
Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung
pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu neninggi atau
menurun, jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak
digunakan untuk ampakt arsitektur dan sampul buku.
7. Diwani Jali
![](file:///C:\Users\tomo\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image014.gif)
( Gbr. Gaya Diwani Jali)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin Sirojuddin (2006), Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan
pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan
oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi
huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih
ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang
tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang
melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya
berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas.
Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti
dekorasi interior masjid atau benda hias.
8.Kufi
![](file:///C:\Users\tomo\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image016.gif)
( Gbr. Gaya kufi)
Sumber : http://www.noqtahcalligraphy.com
Menurut Didin
Sirojuddin (2006), Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk
penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model
penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali
berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam
sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Khat Arab dinamakan Jazm karena
khat kufi pada awalnya bernama Jazm, sebelum kota Kufah
didirikan.
Dinamakan Jazm
karena dia „juzima‟ atau terpotong dan dilahirkan dari fan Musnad
Humeiri. Khat ini juga disebut sebagai khat Muzawwa (kubisme)
merupakan tulisan Arab yang asal. Khat ini pernah masyhur di Hirah, Raha
dan Nashibain sebelum berdirinya kota Kufah. Tulisan ini yang juga dipanggil khat
Hieri (dari perkataan Hirah) diakui sebagai tulisan yang pernah memainkan
peranan penting dalam menyalin masalah-masalah keagamaan.
Khat kufi mempunyai ampa
istimewa dan berbeda dengan khat-khat lain. Khat kufi mudah
dikenal, sifatnya yang bersudut-sudut atau bersegi, mempunyai ukuran yang
seimbang dan spesifik khat ini ampak lebih kokoh dan ringkas. Sapuan
garis vertikalnya pendek manakala sapuan garis horizontal memanjang dalam
ukuran yang sama lebar. Maka ini akan menyebabkan tulisan khat kufi kelihatan
berbentuk segiempat panjang. Hal yang penting dalam menulis khat ini
ialah menekankan bahwa khat kufi dari jenis tulisan yang bersiku-siku.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Khat atau kaligrafi ialah sebuah garis atau coretan pena yang
membentuk sebuah tulisan tangan yang indah.
Fungsi kaligrafi dibagi menjadi dua yaitu: (1) sebagai media
komunikasi, (2) sebagai media berekspresi.
Jenis khat yang masih
dikenal sampai sekarang ada delapan yaitu: naskhi, tsulust, farisi, riq’ah,
ijazah (raihani), diwani, diwani jail, dan kufi.
B.
Saran
Penulis menyadari akan kekurangan bahan dari
materi makalah ini jadi penulis menyarankan apabila terdapat kekurangan atau
isi dari makalah ini maka saran – saran kritik dari pembaca adalah penutup dari
semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk
memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA
[1] . D.A. Girling
(ed), Eryman’s Encyclopaedia, (London: JM. Dent & Sons Ltd, 1978), vol.2,
Cet VII, h.629
[2] . F.
Steingass, Arabic English Dictionery,(New Delhi: Cosmos Publications, 1978),
h.42. Simak pula: Kamus Al munir
[3] . Al-Mu’jam
al- Wajiz, (Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah, 1995) h.203
[4] . dikutip dari
Irsyad al-Qosid (Kairo: Kustatasumas wa Syarikuhu, tth), h. 3-4
[5] . Muhammad
Thahir ibn Abd al-Qadir al- Kurdi al-Makki al-Khaththath, Tarikh al-Khath
al-Arabi wa Adabihi, (Hijaz,1982), Cet III, h.17
0 komentar:
Posting Komentar