BAB
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam secara khusus tidak dapat disamakan dengan makna
pendidikan secara umum. Pendidikan Islam dikenal dan diyakini oleh penganut
agama Islam sebagai suatu kegiatan pendidikan yang bersumber dari pokok ajaran
Islam (al-Quran) dan al-Hadits sebagai penjelasnya. Pendidikan
Islam yang mulai dirintis sejak turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW
mengalami pasang dan surut seiring dengan perjalanan panjangnya melintasi ruang
dan waktu hingga masa sekarang. Hal tersebut bergantung pada bagaimana pelaku sejarah pada
masanya itu melaksanakan proses pendidikan.
Puncak kejayaan
pendidikan Islam dimulai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan
Islam dan madrasah-madrasah formal di berbagai pusat kebudayaan Islam. Hal ini
dipengaruhi oleh jiwa dan semangat kaum muslimin pada waktu itu yang sangat dalam penghayatan dan pengamalannya
terhadap ajaran Islam. Namun pendidikan Islam yang pernah mengalami masa
puncak tersebut, lambat laun mulai mengalami kemerosotan jika dibandingkan
dengan masa sebelumnya. Peristiwa ini belangsung sejak jatuhnya kota Baghdad di
bagian Timur dan kota Cordova di bagian Barat yang keduanya adalah menjadi
pusat pendidikan Islam pada waktu itu. Selain itu, ada beberapa faktor lain
yang juga menjadi sebab kemunduran pendidikan Islam.
Dengan demikian, dalam sebuah lembaga pendidikan pasti terjadi pertumbuhan
dan perkembangan, dan ini sama halnya dengan pendidikan Islam. Dalam pendidikan
Islam ada beberapa masa yaitu masa perintisan, masa kejayaan, masa kemunduran, dan
ada pula masa pembaharuan. Maka dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan
beberapa bagian penting yang terkait dengan masa kemunduran yang terjadi
sekitar abad 13-18 Masehi.
B.
Rumusan masalah
A.
Bagaimana
sejarah singkat Cordova?
B.
Bagaimana
pendidikan Islam setelah jatuhnya Baghdad dan Cordova?
C.
Tujuan makalah
A.
Untuk
mengetahui sejarah singkat Cordova.
B.
Untuk
mengetahui pendidikan Islam setelah jatuhnya Baghdad dan Cordova.
BAB
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sejarah singkat Cordova(Spanyol)
Penaklukan Spanyol tidak terlepas dari jasa tiga orang pemimpin
satuan pasukan, mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin
Nushair. Ketika itu Thariq bin Ziyad melakukan ekspedisi ke Spanyol atas
perintah Musa bin Nushair, Gubernur Afrika Utara ketika itu, di bawah
pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Al-Walid I (705M-715M) dari dinasti
Umayyah yang berkedudukan di Damaskus. Thariq dengan mudah menguasai
wilayah-wilayah Spanyol seperti Toledo, Seville, Malaga, Elvira, dan Cordova.
Dinasti Umayyah membangun kekuasaan di Spanyol dengan nama Daulah Umayyah (756M-715M) dan menjadikan Cordova sebagai ibu kotadi bawah pemerintahan Abdur Rahman ad-Dakhil (Abdur Rahman I), yang memerintah tahun 756M-788M. Sejak itu Cordova mulai melangkah maju. Cordova memasuki puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Abdurrahman III (912M-961M) dan Al- Hakam II (961M-976M). Kemajuan tersebut dapat dilihat dalam berbagai bidang, antara lain bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan intelektual. Pada saat itu, Islam di Cordova telah memiliki Universitas Cordova yang tersohor dan menjadi kebanggan umat Islam, salah satu universitas dunia yang terpercaya. Universitas ini menandingi dua universitas lainnya, yaituAl- Azhar di Cairo dan Nizamiyah di Baghdad, dan berhasil menarik para mahasiswa dari dekat dan jauh, termasuk banyak mahasiswa Kristen dari negara-negara Eropa lainnya.
Kehadiran Islam di Spanyol bagaikan dewa penolong bagi rakyat Spanyol, karena mereka selama ini menderita dan tertekan oleh kekejaman penguasa Raja Gothic. Perkembanngan peradaban Spanyol Islam terbentuk bukan hanya Karena sentuhan dari tradisi Arab-Islam, akan tetapi lebih dari itu karena akibat persentuhan peradaban yang dibawa oleh Arab-Islam dengan kebudayaan masyarakat multi budaya inilah yang akhirnyaterikat menjadi satu dan membentuk kebudayaan Islam yang tinggi pada waktu itu. Sehingga dalam waktu singkat Spanyol berubah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam di belahan Barat. Kemajuannya juga sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abdur Rahman ad-Dakhil, Abdur Rahman al-Wasith, dan Abdur Rahman al-Nashhir. Demikian juga dengan keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijakan-kebijakan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti Al-Hakam II al-Muntashir (961M-976M).
Setelah mencapai kemajuan dan kesuksesan kurang lebih selama delapan abad menjadi kiblat ilmu pengetahuan, keberadaan peradaban Spanyol dengan Cordova sebagai pusat ibu kota negaranya yang begitu besar, tak mampu bertahan lebih lama.
Kemunduran dan kehancuran kekuasaan Islam di Spanyol
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan yang menyebabkan munculnya perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Konflik dalam keluarga inilah yang menyebabkan ditaklukkannya sebuah dinasti oleh dinasti lain, dan bahkan jatuhnya supremasi Islam.
2. Lemahnya figur dan karismatik yang dimiliki khalifah khususnya sesudah khalifah Al-Hakam II. Khalifah tidak lebih sebagai simbol saja, sedangkan yang menjalankan pemerintahan berada sepenuhnya di tangan wazir.
3. Perselisihan di kalangan umat Islam itu sendiri yang disebabkan perbedaan kepentingan, atau karena perbedaan suku dan kelompok yang justru menjadi peluang bagi pihak Kristen untuk memecah belah umat Islam.
4. Konflik dengan Kristen, kebijakan para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna, tetapi membiarkan orang-orang Kristen mempertahankan hukum dan tradisi mereka, asalkan tetap membayar upeti dan tidak mengadakan perlawanan bersenjata. Padahal kehadiran Arab-Islam itu telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol-Kristen.
5. Munculnya Muluk al- Thawaif (kerajaan-kerajaan kecil) yang masing-masing saling berebut kekuasaan. Bahkan antara dinasti yang satu tidak segan menyatu dengan sebuah kerajaan Kristen untuk menghancurkan dinasti yang lain.
B. Pendidikan Islam setelah jatuhnya Baghdad dan Cordova.
Kehancuran
total yang dialami oleh Baghdad dan Cordova sebagai pusat pendidikan dan
kebudayaaan Islam , menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan
Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu
pengetahuan dari kedua pusat pendidikan di Timur dan Barat dunia Islam
tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan di seluruh dunia Islam,
terutama dalam bidang kehidupan batin dan spiritual.
Suasana
gelap yang menyelimuti dunia Islam akibat berbagai krisis benar-benar mencekam
dan memprihatinkan. Pada saat bangsa Eropa tengah sibuk melepaskan
armada-armadanya untuk mengarungi berbagai lautan untuk menjajah kekayaan
negeri-negeri Islam, sekaligus dengan menyebarluaskan ajaran Injil, pada saat
itu pula daya intelektual generasi penerus tidak mampu untuk mengatasi
persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan
perkembangan zaman, sebagian besar kaum muslimin tenggelam dengan tasawuf yang
sudah jauh menyimpang dari roh Islam.
Dalam sejarah
kehancuran total yang dihadapi kota-kota pendidikan dan kebudayaan Islam yang
mengakibatkan runtuhnya sendi-sendi pendidikan Islam dan melemahnya pemikiran
Islam yaitu disebabkan:
1.Berlebihnya
filsafat Islam yang bercorak sufistik yang dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam
alam islami di Timur, dengan filsafat islamnya menuju ke arah bidang rohaniah
hingga hilang ke dalam mega alam tasawuf. Berlebihnya Ibnu Rusydi juga dalam
memasukkan filsafat islamnya yang bercorak rasinolistis ke dunia Islam di
Barat, dengan filsafatnya menuju ke arah yang bertentangan dengan Al-Ghazali
yakni menuju ke jurang materialisme.
2.Umat
Islam, terutama para pemerintahnya (khalifah, sultan,amir-amir) melalaikan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang.
Kalau pada mulanya para pejabat pemerintahan sangat memerhatikan perkembangan
ilmu pengetahuan, dengan memberikan penghargaan yang tinggi kepada para ahli
ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun dan melemahnya kehidupan umat Islam,
para ilmu pengetahuan pada umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan,
sehingga melupakan ilmu pengetahuan.
3.Terjadinya
pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga
menimbulkan kehancururan-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam. Sementara itu obor
pikiran Islam berpindah tangan ke tangan Masehi, yang mereka ini telah
mengikuti jejak kaum muslimin yang menggunakan hasil buah pikiran yang mereka
capai dari pikiran Islam itu.
Ketidak
mampuan intelektual tersebut, merealisasi dalam pernyataan bahwa pintu ijtihad
telah tertutup dan ajaran yang menyatakan bahwa dunia adalah penjara bagi kaum
muslimin sudah populer di tengah-tengah masyarakat Islam. Oleh sebab itu
terjadilah kebekuan intelektual secara total.
Beberapa
gejala kemunduran intelektual Islam:
1. Berlebihannya
filsafat Islam yang bersifat sufistik
Dalam buku
“Sejarah Pendidikan Islam” editor Samsul Nizar (2009) yang mengutip dari
Zuhairini dkk, menjelaskan tentang 2 pola intelektual yang saling berlomba
mengembangkan diri dan memiliki pengaruh yang besar dalam pengembangan pola
pendidikan umat Islam yang muncul dalam sejarah panjang dunia Islam. Dari pola
pikir yang bersifat tradisional yang selalu mendasarkan diri pada wahyu yang
kemudian berkembang menjadi pola sufistik dan mengembangkan pola pendidikan
sufi. Pola ini sangat memperhatikan aspek-aspek batiniyah dan akhlak (budi
pekerti). Sedangkan pola pemikiran rasional mementingkan akal pikiran yang
menimbulkan pola pendidikan empiris rasional. Pola yang kedua ini sangat
memperhatikan intelektual dan penguasaan materi.
2. Sedikitnya kurikulum Islam
Dalam buku
“Sejarah Pendidikan Islam” editor Samsul Nizar (2009) yang mengutip dari Mahmud
Yunus, menjelaskan tentang sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran umum
yang ada di madrasah-madrasah, seperti menafikan perhatian kepada ilmu-ilmu
kealaman dan hanya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan yang ditambah dengan
sedikit gramatikal dan bahasa sebagai alat yang diperlukan. Dengan penyempitan
kurikulum yang ada juga sudah mulai meninggalkan ilmu-ilmu keagamaan yang murni
(tafsir hadits, fiqih, usul fiqih, ilmu kalam, dan teologi Islam). Sedangkan
ilmu-ilmu keagamaan yang ada adalah yang tujuannya untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan menyucikan diri dan ditambah dengan pendidikan sufi.
3. Tertutupnya pintu ijtihad
Ini disebabkan
dengan runtuhnya kota-kota pendidikan Islam, sehingga pelaksanaan pendidikan
Islam banyak dilaksanakan dirumah-rumah para ulama yang pada akhirnya
madrasah-madrasah kurang berfungsi. Namun demikian, pendidikan di madrasah
masih terus dilakukan akan tetapi dengan mata pelajaran yang beraliran sufi dan
sehingga para ulama banyak yang meninggalkan ijtihad. Selain itu, hal ini akan
mengakibakan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual yang mengakibatkan
semakin statis kebudayaan Islam karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu
mengadakan kreasi-kreasi budaya yang baru, bahkan ketidak mampuan untuk
mengatasi persoalan-persoalan baru yang muncul.
Kebekuan
intelektual dalam kehidupan kaum muslimin yang diwarnai dengan berkembangnya
beerbagai macam aliran sufi yang karena terlalu toleran terhadap ajaran mistik
yang berasal dari agama lain(Budha, Hindu, maupun neoplatonisme), telah
memunculkan berbagai macam tarekat yang menyimpang jauh dari ajaran Islam.
BAB
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kemajuan
Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang kepada khazanah
ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik dengan banyak saluran,
seperti Baghdad dan Spanyol Islam(Cordova). Pengaruh ilmu pengetahuan Ialam
atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan
kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di Eropa dengan melalui
terjemahan-terejemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali
ke dalam bahasa latin, walaupun Islam akhirnya terusir dari negara Spanyol tetapi
ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa di antaranya adalah
pemikiran Ibnu Rusyd, yang telah melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan
kebebasan berpikir.
Kemunduran
pendidikan Islam pasca jatuhnya Baghdad dan Cordova tersebut sesungguhnya hanya
karena akibat dari faktor-faktor kehancuran kekuasaan Islam ( Sosial, politik,
dan keagamaan) sebagaimana yang telah di bahas di muka, bahwa dengan jatuhnya
pusat-pussat kekuasaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan
Islam. Di samping itu juga, ternyata yang dialami oleh dunia pendidikan adalah
sama, baik kaum Nasrani Spanyol maupun tentara Mongol sama sekali belum dapat
menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan.
Sepanjang sejarahnya sejak awal dalam pemikiran Islam terelihat dua pola yang saling berlomba mengembangkan diri, dan mempunyai pengaruh besar dalam pengembangan pola pendidikan umat Islam, yakni pola pemikiran yang bersifat tradisional, yang selalu mendasarkan diri pada wahyu, yang kemudian berkembang menjadi pola pemikiran sufistis (pendidikan sufi), yang sangat memperhatikan aspek batiniah. Sedangkan pola pemikiran yang rasional, yang mementingkan akal pikiran, menimbulkan pola pendidikan empiris rasional, yang sangat memperhatikan pendidikan intelektual dan penguasaan material.
Pada
masa jayanya pendidikan Islam, kedua pola tersebut menghiasi dunia Islam,
sebagai dua pola yang berpadu dan saling melengkapi. Setelah pemikiran rasional
diambil alih pengembangannya oleh dunia Barat (Eropa) dan dunia Islam tinggal
pola pemikiran sufistis, sehingga mengabaikan dan tidak menghasilkan
perkembangan budaya Islam yang bersifat material. Dari aspek inilah pendidikan
dan kebudayaan Islam mengalami kemunduran, setidak-tidaknya dapat dikatakan
pendidikan Islam mengalami kemacetan.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata,
Sejarah Pendidikan Islam-Periode Klasik & Pertengahan, Jakarta: Rajawali
Pers, 2004.
Ahmad Syalabi,
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, Jakarta: Pustaka Al-Husna,1983.
Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Fazlur Rahman,
Islam, (terj.), Bandung: Pustaka, 1984.
Hasan Muarif
Ambari dkk., Ensiklopedi Islam I. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeven, 2001.
Ira M. Lapidus,
Sejarah Sosial Umar Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
M. M Syarif,
Muslim Thought (terj. Fuad M. Fachruddin), Bandung: Diponegoro, 1984.
Suwito dan
Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2005.
Samsul Nizar,
Jurnal Keislaman dan peradaban HADHARAH, Padang: Pascasarjana IAIN Imam Bonjol,
Vol.3 Februari 2006.
Zuhairini dkk.,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
0 komentar:
Posting Komentar